Review Film: We Need to Talk About Kevin (2011)

Friday, 26 August 2016







Director: Lynne Ramsay
Writer: Lionel Shriver (novel), Lynne Ramsay & Rory Stewart (screenplay)
Rating: R (for disturbing violence and behaviour, some sexuality and language)
Genre: Drama & Thriller
Stars: Tilda Swinton, John C. Reilly, Ezra Miller
Ratings:
IMDb: 7,5/10
Rotten Tomatoes: 7,4/10
PordNiar: 7/10






Sinopsis

Seorang wanita bernama Eva yang hidup sebatang kara terus dihantui mimpi buruk. Saat terbangun, ia selalu menemukan darah yang memenuhi barang-barang di rumahnya; baik itu kaca mobil, dinding rumah, lantai rumah, bahkan sekujur tubuhnya sendiri. Berkali-kali ia berusaha membersihkan darah-darah itu.

Seluruh tetangga dan warga sekitar yang ditemuinya memandangnya aneh dan seolah ngeri. Beruntung ia masih mampu melanjutkan hidupnya dan mencoba mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya. Setelah beberapa pekerjaan menolaknya, ia akhirnya diterima di sebuah perusaan kecil sebagai copy writer.

Namun tetap saja, hal itu tak merubah pandangan orang-orang di sekitar padanya, bahkan ada yang tidak segan-segan untuk meninjunya di jalan. Mereka semua terlihat membencinya. Apa yang sebetulnya sudah ia lakukan?

Mengapa benda-benda miliknya selalu ditemukannya berlumuran darah? Dan ia dengan frustrasi membersihkannya seolah sedang berusaha membersihkan dosa-dosanya. Tak ada yang pernah menyangka bahwa ia dulunya adalah seorang wanita yang sempat memiliki keluarga. Ke mana perginya keluarganya itu?

Okay, kali ini sepertinya, we need to talk about Kevin.



Review


Memilih film ini untuk ditonton karena membaca salah satu review penonton. Premisnya cukup menjanjikan karena mengusung tema psikologi. Tidak terlalu thrill dan tidak suspense karena adegan-adegannya disajikan dengan halus dan implisit. Tidak akan menemukan banyak kekerasan yang mengganggu di sini. Hanya lebih mencabik-cabik sisi emosional para penonton.

Adegan awalnya dimulai dari seorang wanita yang sedang berpesta dan melakukan segala hal yang bersifat hura-hura. Salah satunya adalah tidur dengan kekasihnya yang kemudian membuatnya hamil. Konflik dimulai di sini, saat seorang wanita dengan karir lumayan baik dan ingin menghabiskan masa mudanya dengan menyenangkan dirinya, harus berakhir dengan berbadan dua. Hal yang sama sekali di luar ekspektasinya.

Ia lantas melahirkan seorang anak lelaki bernama Kevin. Kekasihnya tidak bisa selalu menemaninya karena pekerjaan menuntutnya untuk lebih sering bekerja di luar. Si wanita mungkin tertekan harus mengasuh bayinya sendirian. Apalagi, Kevin bayi terus menerus menangis hingga si wanita kewalahan dalam menenangkannya. Well, sebetulnya mungkin ia memang belum berpengalaman. Dan menjadi hal yang melegakan saat ayah Kevin pulang dan mampu menenangkannya dengan mudah.




Dengan kecuekan ibunya, Kevin tumbuh menjadi pribadi yang bisa dibilang bandel namun sebetulnya genius. Sayangnya sang ibu tak bisa menangani anaknya dan bingung serta frustrasi sendiri dengan tingkah Kevin, bahkan sampai ia pernah membantingnya hingga patah tulang. Serius. Memang sih, si Kevin ini hobi sekali membuat ibunya marah, bahkan sampai pernah mencoret-coret seluruh ruang kerja ibunya dengan cat air. Tapi menyakiti anaknya sendiri sampai seperti itu? rasanya terlalu kejam.

Terbiasa dengan sesuatu bukan berarti menyukainya. Itu perkataan Kevin yang langsung menohok sang ibu. Anak itu merasa sang ibu peduli padanya hanya karena ia sudah terbiasa. Kevin merasa selama ini ibunya tidak menyukainya. Namun ia juga anak-anak yang membutuhkan kasih sayang ibunya, sehingga melakukan hal-hal nakal untuk menarik perhatian ibunya.



Suatu hari, ibunya kembali mengandung. Kali ini, mungkin karena sudah merasa lebih siap, wanita itu terlihat sangat senang dengan kehamilan keduanya, yang kemudian lahir dengan nama Celia. Tentu saja Kevin yang cerdas bisa membedakan perlakuan sang ibu yang diterimanya sejak kecil dan perlakuan wanita itu sekarang pada Celia. Kevin tahu bahwa dia dibedakan dan tak akan pernah mendapat kasih sayang ibunya seutuhnya.



Mungkin sejak itulah Kevin mulai membenci Celia dan ayahnya, yang lebih mendapatkan kasih sayang sang ibu dibanding dirinya. Mungkin sejak itulah Kevin ingin menunjukkan pada ibunya bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang akan diperhatikan orang banyak.




Maka tragedi itu dimulai. Kevin yang beranjak remaja tumbuh menjadi sosok yang sinis dan mengerikan. Dia bahkan beberapa kali mencoba melukai adiknya, hanya untuk membuat ibunya merasa khawatir. Suatu saat ketika ibunya bekerja, Kevin menciptakan panggungnya sendiri di sekolah. Ia melakukan sesuatu yang besar yang membuat semua mata tertuju padanya. Dan terutama, mata dan perhatian sang ibu yang sejak saat itu tak pernah bisa lepas dari putera pertamanya itu.


Apa yang dilakukan Kevin sehingga ibunya harus menanggung beban moral dan psikis yang tak akan pernah bisa habis? Nantikan spoilernya sebentar lagi.

Well, ada beberapa adegan, terutama yang melibatkan darah, sangat membuat saya mual. Beruntung bahwa film ini berjalan smooth tanpa mengekspos kekerasan secara berlebihan. Begitu pula sexual contennya yang tidak terlalu eksplisit.

Karakter yang disorot adalah Eva dan tentu saja, Kevin. Tentang hubungan ibu dan anak yang tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini mungkin terjadi karena sang ibu sendiri memang belum siap untuk memiliki seorang anak dan masih berkutat dengan stressnya karena kehilangan masa muda yang gemilang. Tanpa ada siapapun yang membantu, ia tak tahu bagaimana seharusnya merawat seorang anak. Bahkan di usia sekolah pun Kevin masih memakai diapers lantaran ibunya tak pernah memberinya toilet trainning. Dan saat rasa frustrasinya sedang tinggi, ia tentu saja akan melampiaskannya pada sang anak; meneriakai, mendorong, bahkan memukul. Yang membuat Kevin mulai menyerap segala perlakuan yang tak seharusnya ia dapatkan. Kevin menanamnya dalam pikiran anak-anaknya yang akan ia ingat selamanya.




Sebagai ibu, Eva memang mengalami guncangan psikologis. Logikanya, sikap seseorang akan berubah drastis saat dia sudah memiliki anak, terdorong oleh sisi psikologisnya yang sudah merasakan atau mengalami hal berbeda dalam proses memiliki anak tersebut. Tidak masalah jika perubahannya itu ke arah yang baik, namun jika sebaliknya? Film ini bisa menjadi gambarannya. Dari seorang wanita yang bebas dan melakukan segala hal dengan sempurna, berubah dalam semalam dan seumur hidup menjadi sosok yang pemurung, tertekan, dan seratus kali lipat terlihat tua dan lelah.



Namun belakangan, Eva mulai menyadari kesalahannya pada Kevin dan ingin menebusnya dengan memberi perhatian ekstra pada anak itu. Namun sayang, segalanya sudah terlambat. Kevin sudah menjadi remaja yang sarkatis dan selalu menyindir perilaku ibunya dengan kata-kata yang membuat ibunya terdiam.

Sedang dari sisi seorang Kevin, sukses menjadi anak genius yang salah pola asuh, akibatnya kecerdasannya menjadi sangat berbahaya. Ketika memeriksakan Kevin, dokter bilang bahwa Kevin adalah anak yang istimewa, dia sudah pandai menghitung dan logikanya sudah jalan sejak kecil. Tapi dia sepertinya sengaja menjadi nakal dan menjengkelkan di depan ibunya demi penarik perhatian. Sejak kecil Kevin tahu ia tidak diinginkan oleh ibunya.


Saya happy sekali waktu tahu bahwa pemeran Kevin adalah Ezra Miller. Awalnya saya hanya memperhatikan judul dan sinopsis cerita tanpa melihat daftar pemain. Saya suka Ezra sejak main bareng Emma Watson di The Perks of Being a Wallflower. Di film itu dia jadi gay tetapi imut dengan sikap yang seru dan menyenangkan. Dan di kehidupan nyata juga dia merupakan sosok nyentrik yang kocak. Ezra mengingatkan saya akan Johnny Depp.

Di film We Need to Talk about Kevin, Ezra masih sangat remaja, belum gondrong, dan masih jadi brondong polos, dan ganteng banget. Suka dengan tatapan matanya yang selalu tajam menghunus jika menatap ibunya, serta senyuman miring sinis dan sok manisnya yang menurut saya memang manis. Karakternya bikin gergetan antara gemes, sebal, dan mengerikan, dan kasihan.

Secara keseluruhan film ini oke. Alurnya maju mundur yang agak membuat bingung pada awalnya. Bagi saya film ini belum memiliki ending walaupun credit title sudah berjalan dan layar sudah diturunkan. Film ini hanya berjalan seperti kehidupan orang-orang lain. Terus berlanjut tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi satu yang pasti, kini perhatian sang ibu hanya tertuju pada satu titik; Kevin.

7 bintang!!

Nah, mau tahu spoilernya? Silakan dibaca sampai selesai. Kalau yang pengen nonton dan masih ingin penasaran, berhentilah membaca sampai di sini dan kembali lagi setelah selesai menonton.



Spoiler alert!!

Jadi suatu hari, Kevin mengaku deman dan tidak masuk sekolah. Kegiatan dimulai seperti biasa. Ayahnya menjaga Celia sementara ibunya bekerja. Namun tanpa sepengetahuan sang ibu, Kevin pergi ke sekolahnya dengan membawa panahan yang dihadiahkan sang ayah padanya saat natal.
Di gedung olah raga, Kevin mengunci teman-temannya di dalam dan mulai memanahi mereka satu per satu. Banyak di antara mereka meninggal dan yang lain luka-luka, bahkan hingga lumpuh.

Sang ibu yang diberitahu bahwa ada insiden di sekolah, langsung datang ke lokasi dan shock berat. Semula ia menyangka bahwa Kevin dalam bahaya, tetapi ternyata justru Kevin yang menjadi pemain utama dan mencelakai teman-temannya. Kevin dihukum penjara empat tahun, kalau nggak salah sih, dan mendapat kunjungan rutin dari satu-satunya orang yang peduli padanya; sang ibu.


Sang ibu bertambah shock luar biasa saat ia pulang ke rumah setelah insiden di sekolah dan menemukan insiden lain di rumahnya. Di pekarangan belakang rumah, ia menemukan mayat kekasihnya dan Celia yang terkapar dengan anak panah menusuk tubuh mereka. Keduanya sudah lebih dulu dibunuh oleh Kevin.


Dua orang yang mendapat perhatian dan kasih sayang dari ibunya lebih besar dibanding dengannya.  Kevin menyisakan sang ibu untuk hidup dengan penyesalan yang luar biasa seumur hidup.

Adegan yang paling heart-breaking adalah saat sang ibu memeluk Kevin di dalam penjara. Saya rasa darah yang selalu dibersihkan ibunya adalah efek psikologis sang ibu yang ikut menanggung apa yang diperbuat anaknya. Bagaimanapun, kelakuan Kevin terbentuk juga dari polanya dalam membesarkan Kevin selama ini. Jadi darah-darah itu hanyalah ilusi semata.



Well, inilah film untuk minggu ini. nantikan review film lain dalam two weeks later. Terima kasih sudah mampir :)

0 comments: